MENGUAK CERITA TENTANG DIRIKU
MENGUAK CERITA TENTANG DIRIKU
DARI DIMENSI NILAI BUDAYA DAN
KONSEP PERKEMBANGAN DIRI
November 15
Mempelajari filsafat kebudayaan hal yang menarik,
karena membahas hal yang berkaitan dengan kehidupan dan kebudayaan. Ketika
mendapat tugas dari Prof Muji membuat saya penasaran apa yang selayaknya harus
saya ungkapkan di lembaran kertas putih ini. Untuk menambah rasa ingin tahu
saya akhirnya saya mencoba membaca beberapa referensi tentang manusia dan
budaya, sebenarnya apa keterkaitan antara pribadi manusia dengan budaya
sehingga dia bisa berkembang seperti saat ini? Pertanyaan ini menjadi
penyemangat saya mengerjakan tugas ini. Dan akhirnya Saya menemukan beberapa
teori yang menguatkan dan menjawab apa yang menjadi pertanyaan di lubuk hati
terdalam.
Jika dilihat dari sejarah maka kebudayaan
didefinisikan pertama kali oleh E.B Taylor pada tahun 1871, lebih dari seratus
tahun yang lalu, dalam bukunya Primitive
Culture di mana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan
kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Manusia sebagai makhluk berbudaya, artinya bahwa manusia hidup
dalam suatu sistem yang mengatur bagaimana manusia itu harus hidup dan
bertindak, baik dalam kehidupannya secara perorangan ataupun sebagai anggota
atau warga kelompok atau masyarakat. Keberadaan manusia adalah keberadaan yang
khas manusiawi, yaitu keberadaan yang mengandung, mendukung dan mengembangkan
kebudayaan. Kebudayaan adalah cipta, rasa,
dan karsa manusia.
Manusia mempunyai kelebihan
daripada makhluk lainnya, yaitu bahwa manusia adalah makhluk berbudaya. Sebagai
makhluk berbudaya, manusia hidup dalam suatu sistem yang mengatur bagaimana
manusia itu harus hidup dan bertindak, baik dalam kehidupannya secara
perorangan ataupun sebagai anggota atau warga kelompok atau masyarakat.
Tanpa kita sadari ataupun tidak kebudayaan ternyata
mencerminkan tanggapan manusia dengan kebutuhan dasar hidupnya, dan Maslow
mengidentifikasi terdapat lima kelompok kebutuhan manusia yaitu fisiologi, rasa
aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Berkaitan dengan hal ini, Suriasumatri
(2005: 262) menyatakan bahwa manusia mempunyai budi yang merupakan pola
kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup yang dasar,
insting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan
manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya
dengan jalan memberi penilaian terhadap objek kejadian. Pilihan nilai inilah
yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan. Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari
kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Di samping
nilai-nilai budaya ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang
merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa saya sebagai
insan berbudaya tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang akhirnya menjadi
dorongan hidup, perasaan, pikiran, cipta, karya, dan karya yang membentuk tata
hidup, karakter dan nilai moral yang senantiasa terkandung dalam kehidupan
pribadi saya. Semua ini mengalami proses yang tanpa saya sadari telah membentuk
kepribadian dan juga mempengaruhi perkembangan diri saya dari masa kecil hingga
menjadi seperti saat ini.
Nama lengkap saya adalah Salati Asmahasanah,
keluarga biasanya menyapa Ayuk dan di kampung asal saya biasanya dikenal dengan
panggilan Leti, sedangkan sahabat karib biasanya memanggil Inga Salati. Saya
adalah gadis berdarah suku Rejang asli Bengkulu. Suku Rejang merupakan suku
tertua di provinsi Bengkulu yang terletak di pulau Sumatera. Daerah saya sangat
dikenal dengan sebutan Bumi Rafflesia, karena merupakan tempat pertama
ditemukannya bunga Rafflesia oleh Tuan Raffles di masa penjajahan dahulu kala.
Bunga raksasa Rafflesia Arnoldi berwarna merah yang selalu bermekaran cantik di
berbagai hutan Bengkulu di waktu-waktu tertentu.
Saya adalah
anak desa yang lahir pada hari Selasa tanggal 15 Agustus 1989 tepatnya pukul
05.00 diwaktu adzan subuh berkumandang. Saya hidup ditengah-tengah keluarga
yang sederhana, saya tinggal disebuah rumah di kaki bukit nan hijau dan
dikelilingi pepohonan, sawah dan aliran sungai dengan udara yang menyejukkan. Desa
saya bernama Padang Bendar yang terletak di Kecamatan Hulu Palik, Kabupaten
Bengkulu Utara yang beribukota
Argamakmur.
Saya adalah putri pertama dari pasangan Bapak
Suharno,A.Ma yang dikenal Pak No dan Ibu Hayati yang biasa dipanggil Upik. Saya
memiliki dua adik yang pertama bernama Pahlawan yang lahir tepat diwaktu Bapak
saya sedang mengikuti upacara peringatan hari pahlawan tanggal 10 November 1992
dan adik yang kedua bernama Yena Harmelayati lahir tepat di hari pendidikan
nasional yaitu tanggal 2 Mei 2002.
Ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang super
sekali, setiap hari beliau sangat menekuni bidang pertanian dan sesekali
berjualan di sekolah untuk mengisi waktu renggangnya. Sedangkan Bapak saya
adalah seorang guru agama islam di Sekolah Dasar di Desa saya dan sepulang
mengajar Bapak menghabiskan waktunya di bidang pertanian.
Saya sangat bangga dengan kedua orang tua saya,
karena mereka sangat menomor satu pendidikan anak-anaknya. Ibu saya hanya tamat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena dahulu keterbatasan biaya yang membuat
Ibu tidak bisa melanjutkan sekolah. Tapi semangat juang Ibu untuk menyekolahkan
anak-anaknya ketingkat yang lebih tinggi sangatlah besar. Bapak saya tamatan
dari Pendidikan Guru Agama (PGA) yang dahulu setara dengan tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) tapi khusus dibina untuk menjadi calon guru agama. Dengan
perjuangan semangat yang luar biasa, walaupun harus menjadi penjaga sekolah dan
bekerja sebagai kuli demi biaya sekolah akhirnya Bapak saya bisa membuktikan
bahwa anak kampung juga bisa sukses.
Nilai-nilai kepribadian dengan semangat juang untuk
maju dan jiwa pengorbanan luar biasa, serta nilai spritual yang dimiliki oleh kedua
orang tua saya menjadi cerminan pendidikan keluarga yang selalu di budayakan
dalam kehidupan anak-anaknya. “Orang tua
saya berprinsip bahwa harta dunia tiadalah abadi tetapi anak-anak yang
berpendidikan adalah harta yang tak ternilai harganya, walaupun hidup susah dan
dari pelosok desa tapi harus berpikir maju dan bisa berguna di masa depan”. Hal
inilah yang menjadi semangat saya dan adik-adik saya untuk selalu semangat
belajar dan berprestasi untuk mengharumkan dan membahagiakan keluarga.
Orang tua saya menginginkan saya menjadi anak yang
mandiri dan memiliki semangat juang tinggi. Akhirnya ketika saya telah selesai menempuh pendidikan secara formal di SDN 19
Kota Argamakmur Bengkulu Utara dan lulus tahun 2001, saya dipisahkan oleh orang
tua. Saya di sekolahkan di Ibukota Provinsi Bengkulu tepatnya di MTsN 1 Kota
Bengkulu. Saya hidup sendirian di sebuah kontrakan sederhana dan awalnya saya
memberontak karena tidak ingin berpisah dengan Ibu dan saya juga belum bisa
masak. Namun di usia yang beranjak dua belas tahun saya sudah harus hidup
mandiri. Bapak saya memiliki sifat tegas sehingga saya tidak bisa menolak
keputusannya. Akhirnya inilah awal perubahan yang luar biasa terjadi pada diri
saya. Anak yang manja dan sangat bergantung dengan Ibu harus terbiasa melayani
diri sendiri, dan sayapun mengerti bahwa kedua orang tua saya tidak ingin saya
sekolah di desa karena takut terpengaruh lingkungan negative, banyak
teman-teman di desa yang tidak tamat sekolah karena budaya menikah muda adalah
hal biasa terjadi di desa saya.
Seiring berjalannya waktu akhirnya saya terbiasa
hidup di kota dan sangat senang bersekolah. Terbukti sejak kelas satu MTsN saya
meraih peringkat pertama di kelas dan masuk kelas unggul sampai kelas tiga
karena selalu meraih juara kelas. Orang tua saya sangat bangga dengan kemajuan
dan prestasi yang saya raih baik akademik maupun non akademik.
Di tahun 2004 saya lulus kemudian berhasil
melanjutkan studi ke sebuah SMA Terfavorit di Provinsi saya yaitu SMAN 5 Kota
Bengkulu. Dan ketika SMA saya juga tinggal di rumah orang lain alias ngekos
sambil bantu pekerjaan rumah, tiga tahun saya betah disana karena Ibu dan Bapak
kos sangat sayang pada saya. Saya lulus SMA tahun 2007 dan meraih prestasi
Jalur Tanpa Tes (PPA) untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas
Negeri. Saya memilih jurusan S1 PGSD FKIP Universitas Bengkulu (UNIB). Saya
kuliah tinggal bersama teman-teman yang berasal dari suku dan kabupaten yang
berbeda, tapi kami memilki semangat juang belajar yang sama. Terlahir dari
latar belakang keluarga sederhana dari perkampungan membuat saya dan
teman-teman selalu termotivasi untuk cepat menyelesaikan studi walau harus
kuliah sambil bekerja di lembaga privat belajar. Dan akhirnya saya berhasil
menyelesaikan studi S1 hanya 3,5 tahun, lulus tahun 2011 dengan IPK 3,75
predikat “Dengan Pujian” (Cumlaude).
Akhirnya saya bisa bekerja di sebuah lembaga
pendidikan islam yang terkenal di kota Bengkulu dan saya banyak belajar tentang
nilai-nilai kependidikan dan menikmati enaknya menjadi guru SD yang disayang
muridnya. Walau masa itu hanya bertahan satu tahun dikarenakan saya lulus tes
masuk pascasarjana Pendidikan Dasar di Universitas Pendidikan Indonesia. Hal
ini berkat semangat juang dan tekad kuat serta dukungan keluarga yang luar
biasa. Saya masuk kuliah Agustus 2012 dan menyelesaikan studi selama 18 bulan dan
diwisuda pada bulan Agustus 2014 dengan IPK 3,70 predikat “sangat memuaskan”. Prestasi
ini adalah kebahagiann bagi saya karena saya bisa membuktikan walau kuliah sambil kerja, walau hidup
biasa-biasa saja, walau biaya kuliah itu susah akhirnya bisa selesai Magister
juga.
“Hidup adalah perjuangan” dan “hidup adalah
pilihan” maka lakukanlah yang terbaik selagi kita mampu dan ada kesempatan!,
kalimat penyemangat ini adalah motivasi hidup saya untuk bertahan dan berjuang
meraih cita. Jiwa optimis dan yakin dijalan Allah adalah modal meraih
kesuksesan. Selagi ada kemauan pasti ada jalan, jadi walaupun saya melewati
berbagai liku kehidupan di negeri rantau saya selalu berusaha untuk bangkitkan
semangat diri dan selalu ingat dengan nasihat orang tua yang membudaya dalam
sendi kehidupan pribadi saya.
Perjalanan sekolah yang luar biasa dan akhirnya
saya memutuskan untuk mengakhiri kesendirian dengan bersegera menikah.
Alhamdulillah tepat di hari lahir saya 15 Agustus 2015 saya menikah dengan
seorang laki-laki hebat dari tanah pasundan yang bersuku sunda. Kepribadiannya
yang sholeh, paras wajahnya yang menawan, hatinya seputih kapas, dan tutur
katanya yang lembut membuat saya tak bisa berpaling dari kasih sayangnya. Dia
adalah Irfan Supriatna, M.Pd yang berprofesi sama sebagai dosen dan tamatan
universitas yang sama “Bandung kutemukan jodohku”. Saat ini kami merantau ke
kota hujan yaitu menetap di Kota Bogor. Saya banyak belajar dari kepribadian
beliau yang bersuku Sunda dengan penuh kelembutan dan tata karma dalam berkata
dan bersikap.
Hadiah
pernikahan yang luar biasa dan tak diduga saat ini saya bisa menempuh program
Doktor yaitu Prodi Pendidikan Dasar PPs Universitas Negeri Jakarta melalui
beasiswa Kemenag RI Program 5000 Doktor (Mora
Scholarship untuk Beasiswa Dalam Negeri). Semoga saya bisa menjalani kuliah
dengan baik dan selesai sebelum tiga tahun dan disaat usia 28 tahun, amin ya
Robb. Saya saat ini bekerja sebagai dosen tetap di Prodi PGMI Universita Ibnu
Khaldun Bogor tahun 2014 sampai sekarang.
Dari cerita kehidupan tentang diriku dan kenapa
bisa menjadi seperti saat ini karena ada nilai kehidupan keluarga, nilai agama
dan pengaruh lingkungan yang membudaya dan membentuk karakter diri saya. Dari
segi sifat kata orang saya adalah anak yang ramah, supel dan yang pastinya
cerewet, saya tidak suka berdiam dirumah dengan sia-sia, maka dari itu sewaktu
sekolah dan kuliah saya sangat aktif di berbagai organisasi dan kegiatan.
Selain itu,
sifat yang terdapat pada diri saya adalah saya mudah bersedih dan tersentuh
dengan hal-hal yang mengharukan. Saya juga memiliki sifat jelek yaitu suka
santai dalam mengerjakan suatu hal sehingga ketika sudah deadline waktunya maka
saya akan menggunakan jurus “manajemen of kepepet”. Saya juga heran kenapa di
waktu-waktu terakhir ide cemerlang mudah untuk disalurkan dibandingkan
jauh-jauh hari. Kemudian jika saya marah atau tidak menyukai suatu hal maka
terkadang saya suka spontan langsung meluapkannya langsung, karena itu membuat
saya legah. Saya tidak suka bermusuhan dengan orang lain maka dari itu saya
suka mengalah demi kebaikan walaupun kadang batin menolak.
Dari
kisah kehidupan dan perjuangan masa ke masa hingga saat ini yang saya utarakan
maka dapat disimpulkan bahwa nilai budaya dan konsep perkembangan diri
seseorang adalah sesuatu naluriah yang menjadi prinsif pilihan hidup. Sebagai
manusia berbudaya yang menanamkan nilai budi perkerti luhur dan berpegang teguh
pada ajaran agama menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan
harmonis. Semoga menjadi kisah yang
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar