Minggu, 22 November 2015

MENGUAK CERITA TENTANG DIRIKU

MENGUAK CERITA TENTANG DIRIKU
MENGUAK CERITA TENTANG DIRIKU
DARI DIMENSI NILAI BUDAYA DAN KONSEP PERKEMBANGAN DIRI

Salati Asmahasanah, M.Pd S3 DIKDAS UNJ Semester 1 
 November 15
Mempelajari filsafat kebudayaan hal yang menarik, karena membahas hal yang berkaitan dengan kehidupan dan kebudayaan. Ketika mendapat tugas dari Prof Muji membuat saya penasaran apa yang selayaknya harus saya ungkapkan di lembaran kertas putih ini. Untuk menambah rasa ingin tahu saya akhirnya saya mencoba membaca beberapa referensi tentang manusia dan budaya, sebenarnya apa keterkaitan antara pribadi manusia dengan budaya sehingga dia bisa berkembang seperti saat ini? Pertanyaan ini menjadi penyemangat saya mengerjakan tugas ini. Dan akhirnya Saya menemukan beberapa teori yang menguatkan dan menjawab apa yang menjadi pertanyaan di lubuk hati terdalam.
Jika dilihat dari sejarah maka kebudayaan didefinisikan pertama kali oleh E.B Taylor pada tahun 1871, lebih dari seratus tahun yang  lalu, dalam  bukunya Primitive Culture di mana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
          Manusia sebagai makhluk berbudaya, artinya bahwa manusia hidup dalam suatu sistem yang mengatur bagaimana manusia itu harus hidup dan bertindak, baik dalam kehidupannya secara perorangan ataupun sebagai anggota atau warga kelompok atau masyarakat. Keberadaan manusia adalah keberadaan yang khas manusiawi, yaitu keberadaan yang mengandung, mendukung dan mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan adalah cipta, rasa, dan karsa manusia.
Manusia mempunyai kelebihan daripada makhluk lainnya, yaitu bahwa manusia adalah makhluk berbudaya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia hidup dalam suatu sistem yang mengatur bagaimana manusia itu harus hidup dan bertindak, baik dalam kehidupannya secara perorangan ataupun sebagai anggota atau warga kelompok atau masyarakat.
Tanpa kita sadari ataupun tidak kebudayaan ternyata mencerminkan tanggapan manusia dengan kebutuhan dasar hidupnya, dan Maslow mengidentifikasi terdapat lima kelompok kebutuhan manusia yaitu fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Berkaitan dengan hal ini, Suriasumatri (2005: 262) menyatakan bahwa manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap objek kejadian. Pilihan nilai inilah yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan. Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Di samping nilai-nilai budaya ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa saya sebagai insan berbudaya tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang akhirnya menjadi dorongan hidup, perasaan, pikiran, cipta, karya, dan karya yang membentuk tata hidup, karakter dan nilai moral yang senantiasa terkandung dalam kehidupan pribadi saya. Semua ini mengalami proses yang tanpa saya sadari telah membentuk kepribadian dan juga mempengaruhi perkembangan diri saya dari masa kecil hingga menjadi seperti saat ini.

Nama lengkap saya adalah Salati Asmahasanah, keluarga biasanya menyapa Ayuk dan di kampung asal saya biasanya dikenal dengan panggilan Leti, sedangkan sahabat karib biasanya memanggil Inga Salati. Saya adalah gadis berdarah suku Rejang asli Bengkulu. Suku Rejang merupakan suku tertua di provinsi Bengkulu yang terletak di pulau Sumatera. Daerah saya sangat dikenal dengan sebutan Bumi Rafflesia, karena merupakan tempat pertama ditemukannya bunga Rafflesia oleh Tuan Raffles di masa penjajahan dahulu kala. Bunga raksasa Rafflesia Arnoldi berwarna merah yang selalu bermekaran cantik di berbagai hutan Bengkulu di waktu-waktu tertentu.
 Saya adalah anak desa yang lahir pada hari Selasa tanggal 15 Agustus 1989 tepatnya pukul 05.00 diwaktu adzan subuh berkumandang. Saya hidup ditengah-tengah keluarga yang sederhana, saya tinggal disebuah rumah di kaki bukit nan hijau dan dikelilingi pepohonan, sawah dan aliran sungai dengan udara yang menyejukkan. Desa saya bernama Padang Bendar yang terletak di Kecamatan Hulu Palik, Kabupaten Bengkulu Utara  yang beribukota Argamakmur.
Saya adalah putri pertama dari pasangan Bapak Suharno,A.Ma yang dikenal Pak No dan Ibu Hayati yang biasa dipanggil Upik. Saya memiliki dua adik yang pertama bernama Pahlawan yang lahir tepat diwaktu Bapak saya sedang mengikuti upacara peringatan hari pahlawan tanggal 10 November 1992 dan adik yang kedua bernama Yena Harmelayati lahir tepat di hari pendidikan nasional yaitu tanggal  2 Mei 2002.
Ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang super sekali, setiap hari beliau sangat menekuni bidang pertanian dan sesekali berjualan di sekolah untuk mengisi waktu renggangnya. Sedangkan Bapak saya adalah seorang guru agama islam di Sekolah Dasar di Desa saya dan sepulang mengajar Bapak menghabiskan waktunya di bidang pertanian.
Saya sangat bangga dengan kedua orang tua saya, karena mereka sangat menomor satu pendidikan anak-anaknya. Ibu saya hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena dahulu keterbatasan biaya yang membuat Ibu tidak bisa melanjutkan sekolah. Tapi semangat juang Ibu untuk menyekolahkan anak-anaknya ketingkat yang lebih tinggi sangatlah besar. Bapak saya tamatan dari Pendidikan Guru Agama (PGA) yang dahulu setara dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) tapi khusus dibina untuk menjadi calon guru agama. Dengan perjuangan semangat yang luar biasa, walaupun harus menjadi penjaga sekolah dan bekerja sebagai kuli demi biaya sekolah akhirnya Bapak saya bisa membuktikan bahwa anak kampung juga bisa sukses.
Nilai-nilai kepribadian dengan semangat juang untuk maju dan jiwa pengorbanan luar biasa, serta nilai spritual yang dimiliki oleh kedua orang tua saya menjadi cerminan pendidikan keluarga yang selalu di budayakan dalam kehidupan anak-anaknya.  “Orang tua saya berprinsip bahwa harta dunia tiadalah abadi tetapi anak-anak yang berpendidikan adalah harta yang tak ternilai harganya, walaupun hidup susah dan dari pelosok desa tapi harus berpikir maju dan bisa berguna di masa depan”. Hal inilah yang menjadi semangat saya dan adik-adik saya untuk selalu semangat belajar dan berprestasi untuk mengharumkan dan membahagiakan keluarga.
Orang tua saya menginginkan saya menjadi anak yang mandiri dan memiliki semangat juang tinggi. Akhirnya ketika saya telah selesai  menempuh pendidikan secara formal di SDN 19 Kota Argamakmur Bengkulu Utara dan lulus tahun 2001, saya dipisahkan oleh orang tua. Saya di sekolahkan di Ibukota Provinsi Bengkulu tepatnya di MTsN 1 Kota Bengkulu. Saya hidup sendirian di sebuah kontrakan sederhana dan awalnya saya memberontak karena tidak ingin berpisah dengan Ibu dan saya juga belum bisa masak. Namun di usia yang beranjak dua belas tahun saya sudah harus hidup mandiri. Bapak saya memiliki sifat tegas sehingga saya tidak bisa menolak keputusannya. Akhirnya inilah awal perubahan yang luar biasa terjadi pada diri saya. Anak yang manja dan sangat bergantung dengan Ibu harus terbiasa melayani diri sendiri, dan sayapun mengerti bahwa kedua orang tua saya tidak ingin saya sekolah di desa karena takut terpengaruh lingkungan negative, banyak teman-teman di desa yang tidak tamat sekolah karena budaya menikah muda adalah hal biasa terjadi di desa saya.
Seiring berjalannya waktu akhirnya saya terbiasa hidup di kota dan sangat senang bersekolah. Terbukti sejak kelas satu MTsN saya meraih peringkat pertama di kelas dan masuk kelas unggul sampai kelas tiga karena selalu meraih juara kelas. Orang tua saya sangat bangga dengan kemajuan dan prestasi yang saya raih baik akademik maupun non akademik.
Di tahun 2004 saya lulus kemudian berhasil melanjutkan studi ke sebuah SMA Terfavorit di Provinsi saya yaitu SMAN 5 Kota Bengkulu. Dan ketika SMA saya juga tinggal di rumah orang lain alias ngekos sambil bantu pekerjaan rumah, tiga tahun saya betah disana karena Ibu dan Bapak kos sangat sayang pada saya. Saya lulus SMA tahun 2007 dan meraih prestasi Jalur Tanpa Tes (PPA) untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Negeri. Saya memilih jurusan S1 PGSD FKIP Universitas Bengkulu (UNIB). Saya kuliah tinggal bersama teman-teman yang berasal dari suku dan kabupaten yang berbeda, tapi kami memilki semangat juang belajar yang sama. Terlahir dari latar belakang keluarga sederhana dari perkampungan membuat saya dan teman-teman selalu termotivasi untuk cepat menyelesaikan studi walau harus kuliah sambil bekerja di lembaga privat belajar. Dan akhirnya saya berhasil menyelesaikan studi S1 hanya 3,5 tahun, lulus tahun 2011 dengan IPK 3,75 predikat “Dengan Pujian” (Cumlaude).
Akhirnya saya bisa bekerja di sebuah lembaga pendidikan islam yang terkenal di kota Bengkulu dan saya banyak belajar tentang nilai-nilai kependidikan dan menikmati enaknya menjadi guru SD yang disayang muridnya. Walau masa itu hanya bertahan satu tahun dikarenakan saya lulus tes masuk pascasarjana Pendidikan Dasar di Universitas Pendidikan Indonesia. Hal ini berkat semangat juang dan tekad kuat serta dukungan keluarga yang luar biasa. Saya masuk kuliah Agustus 2012 dan  menyelesaikan studi selama 18 bulan dan diwisuda pada bulan Agustus 2014 dengan IPK 3,70 predikat “sangat memuaskan”. Prestasi ini adalah kebahagiann bagi saya karena saya bisa membuktikan walau kuliah sambil kerja, walau hidup biasa-biasa saja, walau biaya kuliah itu susah akhirnya bisa selesai Magister juga.
“Hidup adalah perjuangan” dan “hidup adalah pilihan” maka lakukanlah yang terbaik selagi kita mampu dan ada kesempatan!, kalimat penyemangat ini adalah motivasi hidup saya untuk bertahan dan berjuang meraih cita. Jiwa optimis dan yakin dijalan Allah adalah modal meraih kesuksesan. Selagi ada kemauan pasti ada jalan, jadi walaupun saya melewati berbagai liku kehidupan di negeri rantau saya selalu berusaha untuk bangkitkan semangat diri dan selalu ingat dengan nasihat orang tua yang membudaya dalam sendi kehidupan pribadi saya.
Perjalanan sekolah yang luar biasa dan akhirnya saya memutuskan untuk mengakhiri kesendirian dengan bersegera menikah. Alhamdulillah tepat di hari lahir saya 15 Agustus 2015 saya menikah dengan seorang laki-laki hebat dari tanah pasundan yang bersuku sunda. Kepribadiannya yang sholeh, paras wajahnya yang menawan, hatinya seputih kapas, dan tutur katanya yang lembut membuat saya tak bisa berpaling dari kasih sayangnya. Dia adalah Irfan Supriatna, M.Pd yang berprofesi sama sebagai dosen dan tamatan universitas yang sama “Bandung kutemukan jodohku”. Saat ini kami merantau ke kota hujan yaitu menetap di Kota Bogor. Saya banyak belajar dari kepribadian beliau yang bersuku Sunda dengan penuh kelembutan dan tata karma dalam berkata dan bersikap.
 Hadiah pernikahan yang luar biasa dan tak diduga saat ini saya bisa menempuh program Doktor yaitu Prodi Pendidikan Dasar PPs Universitas Negeri Jakarta melalui beasiswa Kemenag RI Program 5000 Doktor (Mora Scholarship untuk Beasiswa Dalam Negeri). Semoga saya bisa menjalani kuliah dengan baik dan selesai sebelum tiga tahun dan disaat usia 28 tahun, amin ya Robb. Saya saat ini bekerja sebagai dosen tetap di Prodi PGMI Universita Ibnu Khaldun Bogor tahun 2014 sampai sekarang.
Dari cerita kehidupan tentang diriku dan kenapa bisa menjadi seperti saat ini karena ada nilai kehidupan keluarga, nilai agama dan pengaruh lingkungan yang membudaya dan membentuk karakter diri saya. Dari segi sifat kata orang saya adalah anak yang ramah, supel dan yang pastinya cerewet, saya tidak suka berdiam dirumah dengan sia-sia, maka dari itu sewaktu sekolah dan kuliah saya sangat aktif di berbagai organisasi dan kegiatan.
 Selain itu, sifat yang terdapat pada diri saya adalah saya mudah bersedih dan tersentuh dengan hal-hal yang mengharukan. Saya juga memiliki sifat jelek yaitu suka santai dalam mengerjakan suatu hal sehingga ketika sudah deadline waktunya maka saya akan menggunakan jurus “manajemen of kepepet”. Saya juga heran kenapa di waktu-waktu terakhir ide cemerlang mudah untuk disalurkan dibandingkan jauh-jauh hari. Kemudian jika saya marah atau tidak menyukai suatu hal maka terkadang saya suka spontan langsung meluapkannya langsung, karena itu membuat saya legah. Saya tidak suka bermusuhan dengan orang lain maka dari itu saya suka mengalah demi kebaikan walaupun kadang batin menolak.
          Dari kisah kehidupan dan perjuangan masa ke masa hingga saat ini yang saya utarakan maka dapat disimpulkan bahwa nilai budaya dan konsep perkembangan diri seseorang adalah sesuatu naluriah yang menjadi prinsif pilihan hidup. Sebagai manusia berbudaya yang menanamkan nilai budi perkerti luhur dan berpegang teguh pada ajaran agama menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan harmonis. Semoga menjadi kisah yang bermanfaat.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar